Assalamu'alaykum Sobi!
Kalian udah pada tahu belum apa itu Asmaul Husna? Terus apa manfaatnya dalam kehidupan kita ya? Untuk muslim dan muslimah tentu nggak asing dong! Asmaul Husna itu nama-nama baik bagi Allah yang berjumlah 99 buah.
Pernah nggak sih kalian diminta ngafalin Asmaul Husna beserta artinya ketika sekolah dulu? Terus disuruh menyebutkan contoh penerapan Asmaul Husna dalam kehidupan sehari-hari?
Kalau Saya pernah banget! Bahkan setiap hari jumat pagi, kami biasa duduk lesehan di depan halaman sekolah untuk melantunkan lagu Asmaul Husna secara berjamaah. Tapi Saya belum khatam gimana menerapkan perilaku yang mencerminkan Asmaul Husna dalam kehidupan sebenarnya.
Nah, hari ini Saya ingin berbagi tentang 4 Asmaul Husna beserta arti dan dalilnya serta contoh penerapannya dalam kehidupan. Insyaa Allah pada bagian akhir artikel ini akan Saya bagikan sumber referensinya.
Overview Asmaul Husna
Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka berdoalah dengan menyebut Asmaul Husna tersebut. (QS. Al-A'raf: 180)
Mengenal nama-nama Allah (Asmaul Husna) menjadikan kita semakin dekat dengan Allah. Loh kenapa? Semakin ingin kita mengenalnya, maka Allah akan mendekat dan ingin mengenal kita. Semakin intens frekuensi kita berkenalan, semakin dekat hubungan kita denganNya.
Ibaratnya gini, kalo kita pengen kenalan lebih jauh nih sama orang baru yang belum pernah kita temui, pasti ada desakan untuk terus-terusan bertanya dia siapa? apa yang dia suka? apa yang tidak dia suka?
Semakin kita kepo dengan segala hal tentangnya, maka kesempatan untuk kenal lebih dekat akan terbuka lebar. Nah, begitu juga dalam konteks mengenal nama-nama Allah (Asmaul Husna), kita akan mengenal siapa Allah. Tahu seperti apa Allah terhadap hamba dan ciptaanNya, tahu apa yang disenangi Allah, dan tahu apa yang tidak disenangi Allah.
Bahkan dalam salah satu ayatNya, Allah sudah menjelaskan bahwa status kedekatan kita yang sebenarnya dengan Allah adalah sedekat urat nadi.
Namun, dalam mengimani Allah kita dilarang untuk memikirkan bagaimana wajah (bentuk) Allah. Kita dilarang untuk membayangkan fisik atau dzatnya, apakah serupa dengan makhluk?
Oleh karena itu Rasulullah menganjurkan kepada orang yang beriman untuk berpikir tentang ciptaan Allah, bukan tentang dzat-Nya.
Kita sebagai manusia dianugerahi akal dan pikiran agar dapat menalar atau memahami sesuatu berdasarkan pengamatan indera. Untuk memahami kandungan makna dalam Asmaul Husna, kita perlu menggunakan akal serta pikiran kita secara maksimal disertai tadabbur dan tafakur tentang ayat-ayat kauniyah (baca: alam semesta).
Saya pernah menulis tadabbur tentang ayat Bismillahirrohmanirrohim dalam blog ini. Silahkan Sobi cek disini.
Dengan mentadabburi ayat-ayat kauniyahNya, kita dapat memaknai, memahami, dan menghayati Asmaul Husna secara lebih ekspresif, sehingga kita tidak terjebak dalam ritual belaka tanpa penjiwaan. Kita dapat mengenal Allah sedekat urat nadi kita.
4 Asmaul Husna dan Artinya
Beberapa waktu yang lalu Saya mendengarkan kajian Ustadz Nouman Ali Khan atau sering kita singkat NAK, tentang 4 langkah panduan dalam Al-Quran untuk mengubah hidup. Sebenarnya judul kajian aslinya "4 Guides Steps in teh Quran for Self Transformation" yang disiarkan oleh bayyinah Institute.
Dalam video YouTube berdurasi 1 jam itu, Saya menangkap insight yang menarik tentang 4 Asmaul Husna yang terkandung dalam surah Al-Jumuah. Saya akan mengulasnya secara singkat dalam artikel ini.
4 Asmaul Husna ini disebutkan dalam ayat pertama surah Al-Jumuah. Surah Al-Jumuah yang termasuk dalam surah musabbihat ini membahas tentang kebesaran Allah.
يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ - ١
Arab Latin: Yusabbiḥu lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍil-malikil-quddụsil-‘azīzil-ḥakīm.
Artinya:
Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah. Maharaja, Yang Mahasuci, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. {QS. Al-Jumuah (62):1}
Pada ayat pertama surah Al-Jumuah ini, disebutkan 4 Asmaul Husna yaitu Al-Malik, Al-Quddus, Al-Aziz, dan Al-Hakim.
Keempat nama-nama Allah ini memiliki irisan dan saling berhubungan satu sama lain. Dalam kajian NAK, beliau menyebutkan bahwa Al-Malik dan Al-Aziz memiliki kesamaan dan hubungan. Begitupun dengan Al-Quddus dan Al-Hakim.
Nah, berikut ini merupakan penjabaran mengenai nama Allah yaitu Al-Malik, Al-Quddus, Al-Aziz, dan Al-Hakim.
1. Al-Malik
- Al-Mulk berarti kerajaan
- Al-Milk berarti harta benda yang dimiliki
- Al-Malik berarti raja yang berkuasa dan memiliki wewenang
- Al-Malik yang berarti pemegang wewenang atas sesuatu atau raja
- Al-Malik yang berarti raja yang sangat berkuasa
- Al-Malakut yang berarti tempat malaikat di langit atau kerajaan ilahi yang tidak tampak lawan dari al-mulk yang berarti kerajaan duniawi atau yang tampak.
2. Al-Quddus
Al-Quddus adalah sifat yang bermakna kesucian. Kata ini menunjukkan bahwa Allah Maha Suci dari segala sekutu, padanan, anak, atau apapun selainNya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina." (QS. An-Naml: 34)
"Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera." (QS. Al-Kahfi:79)
Dua ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada padanan bagi Allah dalam tataran kerajaan langit-bumi, dunia-akhirat. Atau kedua ayat ini hendak menekankan bahwa keadaan Allah sebagai al-malik (raja) berbeda dengan semua raja selain-Nya yang pasti juga menyandang sifat menindas, menganiaya, dan merusak.
Dalam kajian, NAK membuat suatu permisalan tentang makna Al-Quddus.
Setiap orang tentu menyukai teman yang baik, orang yang murni dalam ucapan, tingkah laku, serta perilaku mereka. Kemudian akhlak mereka suci, nasehat mereka suci, bahkan ketulusan hati mereka suci. Kita cenderung akan tertarik pada orang seperti itu.
Orang-orang yang jujur dan tulus dengan kita adalah mereka yang secara personal ingin kita dekati. Jadi, manusia cenderung tertarik pada kebenaran, kesucian, dan persahabatan yang luhur.
NAK juga menggambarkan Al-Quddus dalam arti fisik. Jika kita tinggal di daerah yang banyak polusi udaranya seperti asap, kabut asap, dan debu, tentu kita ingin menjauh dari situ. Dan akan mencari lingkungan yang minim polusi.
Lingkungan alami yang tidak tercemar dan kita dapat menghirup udara segar, minum air secara langsung dari sumbernya karena kondisinya masih sangat murni dari pencemaran.
Allah bersifat Al-Quddus karena Dia tersucikan dari segala yang tidak patut bagi-Nya. Manusia akan cenderung ingin mengenal Allah karena Allah memiliki sifat Al-Quddus, yang suci, luhur, dan jauh dari sifat keduniaan seperti menindas, menganiaya, dan merusak.
3. Al-Aziz
Kata Al-Aziz yang bermakna Maha Perkasa disebutkan sebanyak 148 kali, sedangkan yang menjadi sifat Allah sebanyak 89 kali.
Sifat Al-Aziz sering disandingkan dengan sifat Allah yang lain seperti Al-Hakim, Dzu-Intiqam, Al-Qawi, Al-Hamid, Al-Rahim, Al-'Alim, Al-Ghafur, Al-Wahhab, Al-Ghaffar, Al-Karim, Al-Muqtadir, dan Al-Jabbar.
Ibnu Faris menjelaskan kata Al-Aziz memiliki akar makna yang menunjukkan kekuatan dan kedahsyatan serta kondisi kemenangan dan keperkasaan. Sementara Al-Khalil menjelaskan bahwa kata ini menunjukkan sesuatu yang hampir-hampir tiada (sesuatu yang menjadi mulia sehingga tidak bisa ditemukan tandingannya).
Semua pemakaian kata Al-Aziz dan beberapa turunannya dalam Al-Qur'an merujuk pada makna kekuatan mengalahkan yang tidak terkalahkan.
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya ('azizun 'alayhi) penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyanyang terhadap orang-orang mukmin. (QS. at-Taubah: 128)
Makna kalimat 'azizun 'alayhi merujuk kepada makna asalnya yang berarti susah dikalahkan, karena perasaan itu sedemikian kuat dalam hati nabi.
Dalam kajian NAK, Al-Aziz atau The Authority merupakan dzat yang memiliki otoritas. Kekuatan untuk memerintah dan dihormati oleh makhluk-Nya.
Al-Aziz : authority, honor, dignity, and respect.
NAK menjelaskan lebih detail tentang makna authority dan respect.
Contohnya ada orang atau entitas yang memiliki otoritas, tetapi mereka tidak dihormati. Ada lingkungan dimana polisi memiliki banyak otoritas, tetapi masyarakat tidak menghormati mereka.
Kemudian ada institusi dan atau orang yang dihormati oleh masyarakat seperti guru. Mereka terhormat, tetapi mereka tidak memiliki kekuasaan atau otoritas.
Sementara Allah sebagai Al-Aziz, adalah seorang yang memiliki otoritas dan otoritas itu juga dihormati.
NAK memberikan permisalan yang lebih sederhana lagi. Kira-kira kalau dibahasakan seperti ini:
Kita telah diundang atau dilamar oleh sebuah institusi ternama dan terhormat di negara ini untuk menjadi bagian dari mereka. Tapi di suatu kesempatan, kita memilih untuk menolak atau resign dari sana. Itu sama sekali tidak menurunkan atau merendahkan derajat mereka di mata publik. Tapi lebih tepatnya merendahkan diri kita sendiri.
Kenapa bisa seperti itu? Karena kitalah yang melewatkan 'kesempatan berharga' menjadi bagian dari kehormatan berada di institusi itu.
Contoh lainnya: kita diundang oleh seorang presiden ke istananya dalam sebuah jamuan (yang mulia dan punya otoritas di negeri ini). Dengan begitu, kita pasti jaga image dong di depan beliau, orang-orang penting, paspampres serta tamu undangan lainnya?
Kita akan menunjukkan loyalitas kita. Nampang dan berada di sana yang itu sebenarnya menjadi sarana untuk memuliakan diri kita sendiri.
Jadi seseorang bisa dikatakan menjadi bermartabat dan punya harga diri di institusi yang punya otoritas dan otoritas tersebut dihormati.
Allah adalah Al-Aziz, yang mana apabila kita mendekati-Nya, maka kita akan memiliki kesempatan untuk punya tempat terhormat dan bermartabat di mata Allah.
4. Al-Hakim
Kata Al-Hakim yang bermakna Maha Bijaksana dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 97 kali dan menjadi nama Allah dalam 92 ayat.
Dalam Al-Qur'an kata ini disandingkan dengan beberapa Asmaul Husna yang lain yaitu: Al-Alim, Al-Aziz, Al-Khabir, At-Tawwab, Al-'Aliy, Al-Wasi', dan Al-Hamid.
Al-Hakim berarti Yang Memiliki Hikmah. Hikmah itu sendiri merupakan gambaran dari pengetahuan mengenai sesuatu yang paling utama. Ath-Thabathaba'i menafsirkan: "Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah" (QS. Yasin: 2) dengan makna ini, dia mengatakan:
"Al-Quran disifati dengan Al-Hakim karena hikmah yang dikandungnya. Demikian pula Al-Qur'an mengandung pelbagai hakikat semua makrifat dan pengetahuan serta semua cabangnya berupa syariat, pengajaran, dan teladan." (Al-Mizan fi Tafsir Al-Qur'an: juz 17 halaman 62)
Terdapat beberapa pandangan terkait makna Al-Hakim, namun apabila disimpulkan makna Al-Hakim adalah Dzat yang memiliki hikmah (kebijaksanaan) dalam semua perbuatanNya yang terkait dengan penciptaan alam maupun penetapan syariat.
Jadi, semua perbuatanNya bersifat bijaksana, kukuh, tepat, dan jauh dari sifat melakukan yang tidak layak atau ceroboh dan sebagainya.
NAK menjabarkan makna Al-Hakim atau The Wise (Yang Maha Bijaksana) dalam sebuah permisalan. Ketika kita berada di sebuah perusahaan yang pemiliknya adalah orang yang bijak dan berilmu pengetahuan, kita pasti akan memanfaatkan setiap momen dengan sebaik mungkin.
Kita pasti merasa rugi karena melewatkan kesempatan mendapatkan kebijaksanaan (ilmu, hikmah, nasihat, saran) darinya.
Secara lebih sederhana lagi, NAK menambahkan pengalaman pribadinya untuk memaknai Al-Hakim.
Sangat sedikit orang dalam hidup kita yang merupakan sumber kebijaksanaan sejati. Orang-orang seperti itu sangat dicari oleh sebuah institusi. Sehingga tidak mudah untuk kita 'caper' di hadapan mereka.
Kalau kita mendapatkan orang seperti itu di hidup kita, kita ingin menghargai setiap momen untuk menangkap kebijaksanaan apa pun yang mereka tawarkan kepada kita.
NAK mengagumi beberapa guru di berbagai belahan dunia. Ia akan travelling dan tidak memberikan ceramah atau pidato. Ia hanya akan travelling untuk menemui dan mengajukan pertanyaan kepada mereka.k
Jika mereka dapat memberinya satu jam waktu mereka, atau katakanlah 20 menit dari waktu mereka, maka NAK akan sangat berterima kasih. Karena 20 menit itu lebih berharga baginya daripada lima sampai enam jam belajar sendiri. Kebijaksanaan bagi NAK tidak ternilai harganya.
Begitu juga dengan Allah Al-Hakim, pengetahuan Allah tidak ada batasnya, meliputi segala sesuatu. Hikmahnya terhampar luas di alam semesta. Kita bakalan rugi banget kalau nggak mau dekat-dekat dengan Allah. Mengenali apa yang diciptakannya dan mengambil pelajaran.
Penerapan Asmaul Husna dalam Kehidupan
Ngomongin penerapan 4 Asmaul Husna ini, kayaknya kurang pas kalau kita masih ogah-ogahan mengkaji Al-Qur'an. Dengan rajin membaca, menghafal, mentadabburi ayat-ayatNya, kita akan mendapatkan intisari dari kehidupan. Sehingga itu menjadi pedoman kita untuk menjalani kehidupan. Lewat kisah-kisah, perintah secara langsung, risalah yang dibawa Nabi dan RasulNya. Allah hendak 'berkomunikasi' dengan kita.
Kita hanya perlu membuka mushaf, lembaran demi lembaran dalam Al-Qur'an dan mentadabburinya. Menghayati ayat per ayat secara perlahan. Semoga pada bulan Ramadhan nanti, kita semua diberikan kesempatan ya untuk lebih mendekatkan diri pada Allah dengan mentadabburi Al-Qur'an.
Berikut adalah rangkuman yang bisa Saya rekomendasikan untuk Sobi tentang bagaimana menerapkan ke-empat Asmaul Husna ini. Dimulai dari Al-Aziz dan Al-Malik.
- Al-Aziz dan Al-Malik adalah dua nama yang menonjolkan kebesaran Allah. Sehingga posisi kita denganNya diibaratkan raja dan budaknya. Kita tidak memiliki kuasa bahkan tidak memiki daya apapun untuk melawan.
- Sehingga harus ada pada diri kita sifat rendah hati atau Tawadhu'. Kita menyadari bahwa kemampuan kita jauh di bawah Allah, kita tidak boleh merasa angkuh. Di hadapan makhluk, kita tidak boleh sombong dan tidak memandang seseorang dari status sosial, golongan, maupun ras.
- Tanda-tanda orang Tawadhu' dalam kitab Risalatul Mu'awanah wal Mudhaharah wal Muwazarah dicirikan sebagai berikut : Tidak suka ketenaran, menerima kebenaran sekalipun itu dari orang yang kurang terpandang, mencintai fakir miskin dan mau bergaul dengannya, suka mengurusi kepentingan orang banyak dengan sebaik mungkin, berterima kasih kepada orang-orang yang telah menunaikan hak yang dibebankan atas mereka, serta memaafkan mereka yang melalaikannya.
- Kita takut dengan kebesarannya. Kita patuh dengan aturannya. Kita juga berharap dengan ampunanNya. Maka kita juga perlu memiliki sifat Roja' dan Khouf dalam kehidupan.
- Roja' adalah rasa berharap pada Allah. Rasa senang hati menunggu yang dicintai. 3 hal yang perlu dilakukan untuk melatih Roja' yaitu dengan mencintai yang diharapkan, takut kehilangan, dan usaha untuk mendapatkannya.
- Sementara Khouf adalah rasa takut pada Allah. Khouf pada allah lahir dari makrifat (mengenal Allah termasuk Asmaul HusnaNya) dan sifat-sifatNya. Khouf lahir dari banyaknya dosa yg diperbuat, kadang lahir dari keduanya.
- Semakin kita mengenal diri kita dan mengenal Allah, maka semakin kuat khouf kita. Orang yang Khouf pada Allah, mereka meminggalkan perbuatan yang membuat dirinya bisa disiksa. Sehingga kuat lemahnya Khouf berbanding dengan kuatnya iman.
Kemudian Al-Quddus dan Al-Hakim. Kedua Asmaul Husna ini menjelaskan hubungan kita dengan Allah
dekat sekali seperti teman.
- Al-Quddus dan Al-Hakim menggambarkan kesucian dan kebijaksanaan. Allah adalah dzat yang jauh dari sifat keduniaan dan sesuatu yang tidak pantas. Semua kalamNya mengandung hikmah, perkataanNya tidak ada yang sia-sia.
- Sehingga kita sebagai makhluk, perlu mengimani dengan terus mengolah rasa, membangun sebuah hubungan lewat komunikasi yang baik dan jujur dengan orang lain. Hikmah akan mudah diterima, jika kita memberikan kenyamanan dalam sebuah hubungan.
- Dalam konteks dakwah, tentu kita sering mendengar bahwa 'hidayah masing-masing orang itu berbeda'. Menurut Saya, kita perlu memantik perhatian seseorang untuk menemukan hidayah. Setiap muslim itu da'i, minimal untuk dirinya sendiri.
- Maka yang perlu kita lakukan adalah dengan sering mengenalkan atau memaparkan seseorang dengan ayat Allah. Menautkan peristiwa, episode kehidupan yang relevan dengan ayat dalam Al-Quran.
Penggambaran ke-empat Asmaul Husna ini bisa kita ambil dari kisah nabi Musa. Musa yang dipanggil oleh Allah ke bukit tursina merasa amat sangat takut. Ia diperintahkan Allah untuk melepas alas kakinya. Sementara Ia belum pernah melihat bahkan berbicara dengan Allah. Meskipun begitu, Musa tetap patuh dan melaksanakan perintah Allah.
Kemudian Allah langsung menenangkannya dengan kalimat “kamu itu pilihan,” Allah membuat musa menjadi rileks dan nyaman berada di dekat Allah. Allah dengan kebijaksanaan dan kesucianNya, mampu membuat hatinya menjadi tenang kembali.
Nah, that's all yang bisa Saya rangkum dari pemaknaan dan dalil tentang Asmaul Husna beserta penerapannya dalam kehidupan. Semoga menjadi bekal agar kehidupan kita lebih bermakna dan bahagia dunia dan akhirat. Aamiin
Semoga sobi di sini bisa mendapatkan kebaikan yaa karena sudah berniat mencari tahu tentang nama-nama Allah. Terlebih jika diimplementasikan dalam kehidupan, akan membawa perubahan yang signifikan dalam hidup. Sampai jumpa! Wassalamu'alaykum :D
Post a Comment
Post a Comment